Oleh : Amalia Puji Rahayu
Dalam upaya memperoleh keuntungan yang maksimal, tujuan pemuliaan selain untuk produksi susu, juga harus diarahkan terhadap sifat ekonomis lainnya seperti reproduksi. Periode laktasi dimulai ketika anak dilahirkan sehingga penampilan / performa reproduksi sangat menentukan. Penampilan atau performa adalah pemunculan pengaruh efek gen terhadap karakteristik kuantitatif di bawah pengaruh faktor lingkungan tertentu. Penampilan reproduksi ternak diantaranya umur beranak pertama (age at first calving), jumlah kawin per kebuntingan / service per conception (S/C), masa kosong (days open), dan selang beranak (calving interval).
Umur Beranak Pertama
Penampilan reproduksi yang baik akan menunjukkan nilai efisiensi reproduksi yang tinggi. Efisiensi reproduksi adalah ukuran kemampuan seekor sapi untuk bunting dan menghasilkan keturunan yang layak. Rendahnya efisiensi reproduksi dapat disebabkan beberapa faktor antara lain kelainan anatomis alat reproduksi, fisiologis (hormonal), patologis, genetik, dan manajemen reproduksi. Umur beranak pertama yang baik adalah pada umur 24 – 28 bulan, hal tersebut berdasarkan pada kondisi sapi yang berumur 15 – 18 bulan (umur kawin) telah mencapai ukuran siap bunting dengan bobot badan normal sesuai dengan ukurannya.
Pada keturunan pertama sapi-sapi impor (F1), umur beranak pertamanya cenderung lebih panjang dibandingkan induknya. Hal ini mengurangi efisiensi reproduksi. Kondisi tersebut diduga disebabkan karena interaksi genetik dengan lingkungan menyebabkan bobot tubuh yang diinginkan belum tercapai pada saat umur kawin pertama, serta suhu dan kelembaban yang tinggi menyebabkan pubertas yang terlambat. Semakin cepat tercapai bobot badan siap kawin maka semakin cepat tercapai pubertas. Semakin cepat tercapai pubertas maka umur beranak pertama makin pendek. Faktor pertumbuhan dan pertambahan bobot badan mulai lepas sapih hingga fase dara lebih menentukan umur pubertas.
S/C
Jumlah kawin per kebuntingan atau service per conception (S/C) adalah jumlah perkawinan yang telah dilakukan untuk menghasilkan suatu kebuntingan dari setiap individu. Semakin tinggi S/C maka semakin tidak menguntungkan secara ekonomis. Heritabilitas (angka pewarisan) S/C sapi pada umumnnya adalah 0,05. Nilai heritabilitas S/C yang rendah artinya ragam genetik aditif yang mempengaruhi S/C adalah kecil, lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang menentukan keberhasilan S/C, sehingga perbaikan melalui seleksi langsung akan lambat.
Masa Kosong
Masa kosong (days open) merupakan salah satu faktor penentu produksi susu. Masa kosong adalah jarak waktu beranak sampai terjadi kebuntingan berikutnya atau hari-hari dari setelah beranak sampai bunting kembali. Periode masa kosong yang ideal adalah 85 – 115 hari setelah beranak yang merupakan masa untuk deteksi awal kelainan reproduksi dan indikator efisiensi reproduksi. Dibutuhkan perbaikan apabila masa kosong lebih dari 120 hari. Semakin panjang lama kosong akan memperpanjang selang beranak yang pada akhirnya menurunkan efisiensi masa produktifnya. Masa kosong berpengaruh terhadap produksi susu pada laktasi berikutnya. Peningkatan masa kosong akan memberi tambahan produksi susu laktasi lengkap berjalan, namun menyebabkan penurunan produksi susu selama masa produktif / lifetime production.
Calving Interval
Angka selang beranak merupakan penjumlahan dari masa kosong dan lama kebuntingan. Semakin panjang masa kosong maka semakin panjang selang beranak. Selang beranak (calving interval) dapat dianggap sebagai indikator yang baik bagi fertilitas sapi karena tingginya korelasi antara selang beranak dan beberapa ukuran langsung fertilitas. Persentase selang beranak yang tinggi menandakan keberhasilan reproduksi masih kurang sehingga perlu perbaikan dan pembenahan manajemen reproduksi. Keberhasilan reproduksi sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pengelolaan pembibitan sapi yang berkelanjutan. Gangguan reproduksi dari seekor induk dapat terlihat dari lama waktu selang beranak yang mencapai lebih dari 400 hari.
Faktor-Faktor yang Menyebabkan Rendahnya Performa Reproduksi
Cekaman Panas
Cekaman panas terjadi ketika kenaikan suhu tubuh berdampak terhadap berbagai fungsi tubuh. Peningkatan suhu tubuh pada saat IB menyebabkan fertilitas yang rendah dan tingginya insiden kematian embrio, karena kelangsungan hidup ovum, sperma, dan embrio terganggu. Cekaman panas juga dapat menyebabkan kejadian, intensitas, dan durasi standing estrus berkurang. Sapi yang mengalami cekaman panas akan mengalami berkurangnya estradiol pada saat proestrus, gelombang folikel dominan kedua yang lebih kecil, lebih banyak gelombang folikel per siklus estrus, dan fase luteal yang panjang.
Pakan / Nutrisi yang Kurang Memadai
Pakan yang kurang memadai menyebabkan pertumbuhan terhambat dan skor kondisi tubuh (body condition score) yang kurang optimal. BCS yang rendah dapat mempengaruhi peredaran kadar hormon-hormon pertumbuhan dan kortikosteroid, sekaligus mengurangi tingkat sirkulasi insulin dan insulin-like growth factor-1 (IGF-I). Keduanya dapat menyebabkan efek negatif pada fertilitas berikutnya. Selain itu, juga dapat mengubah tingkat sirkulasi hormon reproduksi seperti gonadotropin sehingga mempengaruhi fertilitas dan menghasilkan estrus tenang (hilangnya tanda-tanda estrus sekunder). BCS yang rendah meningkatkan risiko gangguan metabolik serta kematian dini pada embrio.
Manajemen Reproduksi yang Kurang Baik
Manajemen reproduksi meliputi deteksi birahi, tingkat keterampilan inseminator, penentuan waktu IB yang optimum dengan memperhitungkan tahapan periode reproduksi, perkawinan kembali setelah beranak, dan lama masa kering. Peternak harus benar-benar memahami gejala birahi dan mencatat tanggal IB supaya dapat memprediksi kapan birahi selanjutnya akan terjadi apabila belum terjadi kebuntingan. Hal ini penting supaya pengamatan birahi tidak terlewat. Jika terlewat maka peternak rugi karena harus menunggu siklus birahi selanjutnya. Peternak juga diharapkan membantu inseminator melakukan IB sesuai prosedur standar, misalnya menyediakan air hangat untuk thawing. Untuk sapi perah, 2 bulan sebelum beranak, sapi wajib dikeringkan (tidak diperah), apabila masih diperah maka dapat mempengaruhi performa reproduksi selanjutnya misalnya setelah beranak tidak lagi menunjukkan gejala birahi dalam waktu yang lama sehingga memperpanjang masa kosong.
Penyakit / Gangguan Reproduksi
Apabila setelah di-IB 3 kali, sapi belum bunting, maka dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan gangguan reproduksi ternak pada petugas ATR (Asisten Teknis Reproduksi) atau dokter hewan. Peternak diharapkan memperhatikan parameter reproduksi dan meminimalisir faktor-faktor yang dapat menghambat performa reproduksi sehingga dapat meningkatkan efisiensi reproduksi. Efisiensi reproduksi yang baik meningkatkan keuntungan peternak secara ekonomis. Reproduksi oke, peternak oye!!!