Oleh: Dr. Amalia Puji Rahayu, S.Pt., M.Si.
Kata pertumbuhan dapat diterapkan pada suatu sel, organ, jaringan, seekor ternak maupun populasi ternak. Pertumbuhan menurut Williams (1982) adalah perubahan bentuk atau ukuran seekor ternak yang dapat dinyatakan dengan panjang, volume ataupun massa. Sedangkan menurut Hill (1988), pertumbuhan adalah hasil koordinasi proses biologis dan proses kimia sejak fertilisasi sel telur dan diakhiri pada saat ukuran tubuh dan fungsi fisiologis ternak dewasa tercapai. Pertumbuhan terjadi karena perbanyakan sel (hyperplasia) dan pembesaran sel (hyperthropy), juga karena adanya penimbunan nutrisi akibat adanya kebutuhan untuk hidup pokok. Perkembangan yaitu perubahan struktur dan fungsi organ tubuh pada ternak yang sedang tumbuh dari adanya perbedaan pertumbuhan relatif komponen tubuh. Pertumbuhan ternak menunjukkan peningkatan ukuran linear, bobot, akumulasi jaringan lemak dan retensi nitrogen dan air.
Terdapat tiga hal penting dalam pertumbuhan dan perkembangan seekor ternak, yaitu proses-proses dasar pertumbuhan sel; diferensiasi sel-sel induk menjadi ektoderm, mesoderm, dan endoderm, serta mekanisme pengendalian pertumbuhan dan diferensiasi. Pertumbuhan ternak dapat dibedakan menjadi pertumbuhan sebelum kelahiran (prenatal) dan pertumbuhan setelah kelahiran (postnatal). Pertumbuhan merupakan fenomena kompleks, sehingga dipengaruhi oleh berbagai faktor. Identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan sangat penting agar pertumbuhan ternak dapat optimal sehingga dapat mencapai produktivitas yang maksimal. Selain itu, apabila terjadi hambatan dalam pertumbuhan ternak, dapat diselidiki dan ditemukan solusinya.
- PERTUMBUHAN SEBELUM KELAHIRAN (PRENATAL)
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan prenatal yaitu :
- Jumlah dan jenis kelamin anak yang terdapat dalam kandungan induk. Pada ternak prolifik/multiparous pertumbuhan prenatal dipengaruhi jumlah foetus dalam uterus. Jumlah fetus banyak menyebabkan bahan pakan induk tidak mencukupi dan mengakibatkan anak yang dilahirkan kecil.
- Ukuran tubuh dan umur induk. Induk yang bobot badannya kecil akan melahirkan anak yang lebih kecil dibandingkan induk yang lebih tua dan lebih besar. Perbedaan ini disebabkan lingkungan dalam uterus, diantaranya besarnya uterus.
- Level nutrisi. Kualitas dan kuantitas pakan mempengaruhi pertumbuhan fetus.
- PERTUMBUHAN SETELAH KELAHIRAN (POSTNATAL)
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan postnatal yaitu :
– Pertumbuhan prasapih (pre-weaning)
- Bobot lahir. Anak yang mempunyai bobot lahir rendah, akan lebih sedikit mengkonsumsi air susu dan akibatnya akan tumbuh lebih lambat. Ada hubungan yang positif antara bobot lahir dengan bobot sapih. Semakin tinggi bobot lahir akan semakin tinggi pula bobot sapihnya.
- Produksi air susu induk dan umur sapih. Semakin banyak air susu diproduksi oleh induk, semakin banyak pula jumlah susu yang didapat oleh anak, dan ini akan meningkatkan pertumbuhan yang lebih cepat.
- Umur Induk. Induk muda biasanya akan memproduksi lebih sedikit air susu, sehingga anaknya akan tumbuh lambat. Semakin berumur, produksi air susu induk akan meningkat, sampai pada umur produktif tertentu (±6 tahun). Pedet yang berasal dari induk yang berumur 2 tahun, sekitar 75 lbs (± 34 kg) lebih rendah berat sapihnya (pada umur 7 bulan) dibandingkan pedet yang berasal dari induk yang lebih dewasa. Demikian juga pedet jantan akan lebih berat 40 lbs (± 18 kg) dibandingkan pedet betina pada umur sapih (Hill, 1988).
- Nutrisi.
- Bila pakan induk cukup dan baik, pertumbuhan pedet jantan lebih cepat dibanding pedet jantan kebiri, pedet kebiri pertumbuhannya lebih cepat dari pedet betina selama periode menyusu.
- Bila pakan induk kurang baik, pertumbuhan pedet jantan pada saat menyusu perbedaannya sangat kecil dibandingkan pedet betina.
– Pertumbuhan lepas sapih (post-weaning)
- Nutrisi.
- Berdasarkan hukum pertumbuhan, pertumbuhan kompensasi (compensatory growth) terjadi bila ternak yang sebelumnya diberi pakan secara marginal atau undernutrition, kemudian memperoleh ransum bernutrisi lebih baik. Bobot badan awal yang rendah akan memperlihatkan pertumbuhan kompensasi) yaitu pertumbuhan atau pertambahan bobot badan harian yang cepat pada periode sapi setelah pemberian pakan yang kurang.
- Ternak yang induknya kurang memproduksi susu, cenderung akan dikompensasi pada saat lepas menyusu sepanjang pakan yang diberikan kualitas dan kuantitasnya baik. Kebalikannya, anak yang menyusu pada induk yang produksi susunya melimpah, pada saat disapih dan setelah mendapat makanan lain pada saat lepas sapih maka pertumbuhannya akan kurang memuaskan, tidak seperti pada saat anak tersebut masih menyusu. Meskipun anak yang pakannya kurang baik pada saat menyusu akan mengalami pertumbuhan kompensasi, namun tidak akan mencapai berat yang normal seperti anak yang menerima pakan yang baik pada saat menyusu. Ternak yang pertumbuhannya cepat, pada saat dilakukan penggemukan akan membutuhkan makanan yang lebih sedikit untuk setiap pertambahan berat badan dibandingkan dengan anak yang pertumbuhannya lambat, serta lebih banyak “lean” daripada lemak di dalam tubuhnya.
- Jenis Kelamin. Pada umumnya anak jantan mempunyai bobot lahir lebih tinggi dibandingkan anak betina dan anak jantan juga lebih aktif menghisap air susu, sehingga menyebabkan anak jantan tumbuh lebih cepat dari pada anak betina. Selain itu, juga karena adanya hormon androgen yang merangsang merangsang dan menstimulan pertumbuhan. Pertumbuhan yang cepat pada saat pubertas sebagian disebabkan oleh pengaruh anabolik protein dari androgen sehingga hewan jantan dapat lebih besar dibandingkan dengan hewan betina (Purbowati, 2009). Anak jantan akan tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan anak betina setelah lepas sapih meskipun mengkonsumsi makanan yang jumlahnya tidak jauh berbeda untuk setiap unit kenaikan berat badan, konsekuensinya anak jantan dalam pertumbuhannya membutuhkan makanan yang lebih sedikit dibandingkan dengan anak betina untuk kenaikan setiap unit berat badan. Sebagai contoh kecepatan pertumbuhan anak jantan 3,5-4 lbs/hari (1,5-1,8 kg/hari), membutuhkan 5-5,5 lbs (2,2-2,4 kg) makanan untuk setiap kenaikan 1 lbs (0,45 kg), anak betina yang pertambahan berat badan hariannya 2,7-3 lbs (1,2-1,3 kg) membutuhkan makanan 6,5-8 lbs (2,9-3,6 kg) makanan untuk setiap kenaikan 1 lbs (Moran, 1992 dalam Sinaga, 2013).
- Genetik.
- Genetik induk dan pejantan. Faktor genetis yang dikendalikan oleh gen akan diturunkan kepada keturunannya. Pejantan unggul diharapkan dapat menghasilkan anak-anak dengan bobot lahir yang tinggi yang akan mempengaruhi laju pertumbuhan selanjutnya.
- Ada genotipa tertentu yang mempengaruhi pertumbuhan sehingga lebih cepat pertumbuhannya dari pada yang lain. Sebagai contoh, ternak dari daerah beriklim sedang secara umum relatif lebih cepat pertumbuhannya daripada ternak yang berasal dari daerah panas.
- Gen pengkode hormon pertumbuhan. Pertumbuhan dikendalikan oleh beberapa gen, baik yang pengaruhnya besar/utama (major gene) sampai yang pengaruhnya kecil (minor gene). Salah satu gen yang diduga merupakan gen utama dalam mempengaruhi pertumbuhan adalah gen pengkode hormon pertumbuhan yang mempengaruhi sekresi hormon pertumbuhan. Gen hormon pertumbuhan sapi (bovine growth hormone gene) telah dipetakan terletak pada kromosom 19 dengan lokasi q26-qtr (Hediger et al., 1990 dalam Sutarno, 2005). Variasi pada lokus gen hormon pertumbuhan secara signifikan berhubungan dengan terjadinya variasi rerata pertumbuhan. Perbedaan genotip dari gen hormon pertumbuhan mempengaruhi konsentrasi sirkulasi hormon pertumbuhan dan IGF-I pada sapi Eropa jenis Simental. Allele hormon pertumbuhan mempunyai hubungan signifikan dengan berat badan waktu lahir serta lebar punggung saat lahir pada sapi jenis Brahman. Polimorfisme gen hormon pertumbuhan ditemukan pada sapi PO dengan menggunakan enzim MspI. Variasi MspI berpengaruh nyata pada pertumbuhan sapi PO yang mana Individu bergenotipe MspI (+-) merupakan individu yang unggul dalam pertumbuhan (Sutarno, 2005).
- Mutasi genetik. Kasus yang dapat dapat dijadikan contoh mutasi genetik pada myogenesis adalah miostatin. Miostatin adalah gen yang mengatur regulasi pertumbuhan otot dalam bentuk negatif regulasi (statin). Mutasi pada miostatin menyebabkan gen yang mengatur pertumbuhan mengalami perubahan sehingga terjadi proses pertumbuhan yang sangat pesat. Mutasi miostatin dapat menyebabkan double muscle, dengan ciri serat otot yang lebih banyak, serat otot lebih besar, pesentase serat otot putih lebih besar, lemak karkas lebih rendah, jaringan ikat pada otot mengalami dilusi, serta resiko distokia tinggi.
- Ukuran kerangka tubuh. Potensi genetik individu di dalam bangsa dapat berbeda dan ukuran tubuh dewasa individu di dalam suatu bangsa dapat menyebabkan perbedaan tingkatan laju pertumbuhan. Ukuran kerangka tubuh yang lebih besar memungkinkan tempat perkembangan daging yang lebih luas sehingga memiliki massa tubuh yang lebih besar. Perbedaan frame size disebabkan perbedaan genetik, dimungkinkan frame size L diturunkan dari sifat sapi – sapi bertipe besar yang disilangkan dengan Brahman, sedangkan frame size M diturunkan dari sifat sapi-sapi yang bertipe sedang. Sapi bertipe besar memiliki laju pertumbuhan yang lebih tinggi dibanding dengan sapi bertipe sedang (Firdausi et al., 2012).
- Hormon.
- Hormon pertumbuhan pada sapi (bovine growth hormone) yang dihasilkan di kelenjar hipofisa depan (anterior) mempunyai peran utama pada pertumbuhan, laktasi dan perkembangan kelenjar susu, gluconeogenesis, aktivasi lipolisis dan memicu inkorporasi asam amino dalam protein otot.
- Perbedaan tingkat pertumbuhan dan bobot dewasa antara jantan dan betina memberi petunjuk bahwa hormon kelamin memegang peranan peting untuk merangsang pertumbuhan ruminansia. Penggunaan estrogen-sintesis pada hewan kastrasi dapat meningkatkan pertumbuhan rata-rata sebanyak 15% dan efisiensi penggunaan makanan sebanyak 10% selama fase akhir dari program finishing. Dalam peningkatan tingkat pertumbuhan sapi (ataupun domba), estrogen meningkatkan konsentrasi 2 hormon protein yaitu insulin dan hormon pertumbuhan. Estrogen menangkap hipothalamus/pituatary yang selanjutnya meningkatkan sekresi hormon pertumbuhan, kelenjar pituatary bagian anterior, meningkatkan sekresi hormon pertumbuhan. Selanjutnya hormon pertumbuhan meningkatkan rata-rata pertambahann bobot badan, efisiensi penggunaan makanan, pertambahan protein dan kadar insulin dan glukosa dalam plasma tetapi menurunkan pertumbuhan jaringan lemak (Airin et. al., 2011).
- Umur Ternak
- Beberapa hasil penelitian memperlihatkan bahwa ternak yang masih muda membutuhkan lebih sedikit makanan dibandingkan yang lebih tua untuk setiap unit pertumbuhan bobot badannya. Salah satu faktornya antara lain pertambahan bobot badan hewan muda sebagian disebabkan oleh pertumbuhan otot-otot, tulang-tulang dan organ-organ vital, sedangkan hewan yang lebih tua bobot badannya disebabkan karena perletakan (deposit) lemak. Lemak mengandung sedikit air dan lebih banyak energi dibandingkan dengan unit jaringan tubuh lainnya. Jika telah mencapai kedewasaan dan pertumbuhannya telah terhenti tetapi mereka mengalami perubahan maka perubahan tersebut karena penimbunan lemak bukan pertumbuhan murni.
- Setelah ternak mencapai umut dewasa tubuh (maturitas), perubahan berat badan diakibatkan oleh penambahan atau pengurangan kandungan lemak tubuh. Pada hewan yang telah dewasa umur, nutrisi yang diperlukan tidak untuk pertumbuhan fisik lagi melainkan untuk kedewasaan kelamin, produksi, dan untuk berkembang biak.
- Bobot Bakalan (untuk tipe pedaging)
- Makin tinggi bobot badan awal maka PBBH yang dihasilkan semakin kecil karena sapi yang baik untuk digemukkan adalah sapi dalam kondisi kurus tetapi sehat supaya PBBH yang dihasilkan tinggi. Bobot badan sapi bakalan yang terlalu berlebihan akan menyebabkan sapi tersebut tidak dapat digemukkan lagi. Kegemukan akan menurunkan nafsu makan yang kemungkinan disebabkan oleh adanya kompetisi dalam pengisian rongga abdomalis atau adanya feedback dari jaringan lemak. Brahman cross bobot badan <300 kg memiliki umur pubertas 18 bulan sedangkan bobot badan >350 kg memiliki umur pubertas 14,3 bulan (Muhibbah, 2007 dalam Firdausi et al., 2012). Bobot badan <300 kg memiliki fase pertumbuhan cepat lebih lama sebab memiliki fase pubertas yang lebih panjang. Setelah pubertas dicapai, bobot badan meningkat namun laju pertumbuhan menurun, dan akhirnya tidak terjadi peningkatan bobot badan setelah dicapai kedewasaan.
- Faktor Lingkungan
Laju pertumbuhan maksimum akan dicapai bila kondisi lingkungan sangat menunjang, dengan uraian sebagai berikut:
- Suhu dan udara. Hewan ternak membutuhkan suhu tertentu untuk pertumbuhan dan perkembangan yang baik. Suhu normal pada sapi adalah 38,5 0C. Apabila pada suhu dingin, maka sapi akan mengalami stres dan nafsu makan cenderung berkurang tetapi konsumsi minum yang tinggi. Sebaliknya, pada suhu tinggi, ternak atau sapi FH yang mengalami cekaman panas akan berakibat pada : 1) penurunan nafsu makan; 2) peningkatan konsumsi minum; 3) penurunan metabolisme dan peningkatan katabolisme; 4) peningkatan pelepasan panas melalui penguapan; 5) penurunan konsentrasi hormon dalam darah; 6) peningkatan temperatur tubuh, respirasi dan denyut jantung; dan 7) perubahan tingkah laku.
- Cahaya. Cahaya mengandung energi proton yang dapat diubah menjadi rangsangan biologis yang diperlakukan untuk berbagai proses fisiologis tubuh. Pada unggas, respon terhadap cahaya tidak terlalu melibatkan respon cahaya yang terdapat pada mata. Dapat dibuktikan bahwa reseptor cahaya yang terdapat pada hipotalamus lebih banyak digunakan untuk mengubah energi foton menjadi implus syaraf, yang kemudian diteruskan oleh sistem endokrin untuk berbagai keperluan seperti reproduksi perilaku dan karakteristik sekunder kelamin. Untuk dapat berproduksi dengan baik, ayam petelur memerlukan ransangan cahaya yang cukup lama dan intensitas. Pada daerah temperatur diperlukan rangsangan cahaya selama 14-16 jam/hari. Pengaruh cahaya selama periode Growing adalah pertama-tama cahaya dapat mempengaruhi seksual maturitas. Cahaya menuju ke retina, hipotalamus, hipofisa anterior, kelenjar thyroid, tiroksin, pertumbuhan ayam.
- Kelembaban. Kelembaban yang tinggi akan mempengaruhi beban panasnya akan lebih bagi tubuh sapi, karena kelembapan yang tinggi dapat mengurangi atau menurunkan jumlah panas yang hilang akibat penguapan. Sedangkan penguapan merupakan salah satu cara untuk mengurangi panas tubuh sehingga tubuh menjadi sejuk. Akan tetapi, apabila pada kelembapan yang tinggi itu pula penguapan menjadi tertahan, yang berarti semakin mengingkatkan panas bagi tubuh sapi.
- Konstruksi kandang. Berdasarkan penelitian Nursita, et.al., penggunaan bahan atap genteng dapat mendinginkan ruang kandang saat udara panas dan sebaliknya dapat menghangatkan saat udara dingin. Pada bahan atap seng, semakin tinggi ketinggian kandang maka pertambahan bobot badan kelinci lokal lepas sapih semakin menurun. Sebaliknya untuk bahan atap genteng, semakin tinggi ketinggian kandang maka pertambahan bobot badan dan konsumsi pakan kelinci jantan lokal lepas sapih semakin meningkat.
- Manipulasi oleh manusia. Berdasarkan penelitian Hadziq (2011), inokulasi bakteri pencerna serat yang berasal dari rumen kerbau berpotensi memperbaiki kondisi fisiologis dan mendorong peningkatan konsumsi nutrien, pertambahan bobot badan, ukuran tubuh, dan peningkatan kemampuan pedet beradaptasi dengan lingkungan.
KESIMPULAN
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa:
- Laju pertumbuhan sebelum kelahiran (prenatal) di antaranya dipengaruhi oleh jumlah dan jenis kelamin anak yang terdapat dalam kandungan induk, ukuran tubuh induk, umur induk, dan level nutrisi.
- Laju pertumbuhan setelah kelahiran (postnatal) di antaranya dipengaruhi oleh bobot lahir, produksi susu induk, umur, jenis kelamin, hormon, nutrisi / pakan, faktor genetik, dan faktor lingkungan.
- Dengan mengetahui pola dan faktor yang mempengaruhi laju pertumbuhan ternak, dapat diketahui manajemen yang paling tepat maupun manipulasi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan efisiensi pertumbuhan, sehingga memberikan keuntungan ekonomis yang lebih tinggi.
DAFTAR PUSAKA
Airin, C. M., P. P. Putro, P. Astuti, E. Baliarti, Sunaryanto, dan D. Yulianto. 2011. Level hormon triiodothyronin dan thyroksin saat estrus dan ovulasi pada sapi bali. J. Soin Vet 29 (1) : 37 – 42.
Firdausi, A., T. Susilawati, M. Nasich, dan Kuswati. 2012. Pertambahan bobot badan harian sapi Brahman Cross pada bobot badan dan frame size yang berbeda. J. Ternak Tropika 13 (1) : 48-62.
Hadziq, A. 2011. Status fisiologis dan performa pedet peranakan Friesian Holstein pra sapih yang diinokulasi bakteri pencerna serat dengan pakan bersuplemen kobalt. Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Hill, D.H. 1988. Cattle and Buffalo Meat Production in The Tropics. Intermediate Tropical Agriculture Series, Singapore.
Nursita, I.W., Nur Cholis, dan Arie Kristianti. Status fisiologi dan pertambahan bobot badan kelinci jantan lokal lepas sapih pada perkandangan dengan bahan atap dan ketinggian kandang berbeda. J. Ilmu-ilmu Peternakan 23 (1) : 1 – 7.
Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Setiyono, R. 2013. Fisiologi ternak. http://ridwansetiyono.blogspot.com/2013 /06/fisiologi-ternak-pertumbuhan.html. [Diakses 15 Desember 2013].
Sinaga, S. 2011. Pertumbuhan ternak. http://blogs.unpad.ac.id/SaulandSinaga/ ?p=221. [Diakses 15 Desember 2013].
Sutarno, A. Junaidi, dan Baharudin Tappa. 2005. Polimorfisme MspI pada lokus 2 gen hormon pertumbuhan sapi PO dan pengaruhnya terhadap capaian berat badan harian. J. Biodiversitas 6 (2) : 77-81.
Syaprilis, H. 2010. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ternak. http:// helmisyaprilis.blogspot.com/2010/04/faktor-faktor-yangmempengaruhi.html. [Diakses 15 Desember 2013].